Rencana Korea Selatan (Korsel) untuk memperkenalkan sistem kecerdasan buatan (AI) di sekolah-sekolah mendapat perlawanan dari para orang tua.
Mereka khawatir murid terlalu banyak terekspos dengan perangkat digital. Selain itu, maraknya misinformasi juga memicu kecemasan orang tua.
Menteri Pendidikan Korsel Lee Ju-ho baru-baru ini mengatakan tablet yang dibekali AI penting untuk disalurkan ke sistem sekolah di negara k-pop tersebut.
Tablet AI rencananya mulai diperkenalkan di kelas-kelas sekolah pada tahun depan, mulai dari usia 8 tahun.
Pemerintah Korsel mengatakan gebrakan ini adalah yang pertama di seluruh dunia. Sayangnya, inisiatif itu memicu kontroversi.
Orang tua menilai anak-anak tak boleh terlalu banyak menghabiskan waktu di depan layar smartphone atau tablet, dikutip dari FT, Selasa (20/8/2024).
Sebagai informasi, saat ini Korsel menempati peringkat atas untuk siswa dengan performa paling menonjol, menurut pengujian Programme for International Student Assessment dari OECD.
Pemerintah Korsel takut peringkat itu akan tergeser jika sistem pembelajaran di sekolah masih menggunakan pendekatan tradisional. Untuk itu, pemerintah merencanakan penggunaan AI di sekolah agar anak-anak bisa beradaptasi lebih cepat dengan perkembangan teknologi canggih.
“Kita sepakat bahwa sistem pendidikan harus bertransformasi, dari pola penghafalan di kelas menjadi sistem yang lebih mengutamakan interaksi siswa dan kebebasan dalam belajar,” kata Lee.
“2025 adalah tahun penentuan untuk perubahan itu. Kita membutuhkan penggunaan AI untuk membantu guru berkembang dalam aktivitas pembelajaran,” ia menambahkan.
Menurut Kementerian Pendidikan Korsel, sistem AI bisa mengkategorikan siswa yang belajar lebih cepat (fast learners) dan yang lebih lambat (slow learners).
Dari situ, sistem AI akan memberikan perencanaan belajar yang sesuai dengan kemampuan siswa dengan kompleksitas berbeda-beda.
Pemerintah telah menjabarkan beberapa detil soal perangkat AI yang akan ada di sekolah. Selain itu, ada juga alat-alat berbasis AI lainnya yang dikembangkan raksasa teknologi Korsel seperti Samsung dan LG.
Menurut pemerintah, sistem AI yang dikembangkan untuk institusi pendidikan akan mencegah dari kecenderungan AI membuat penggunanya ‘berhalusinasi’ atau menciptakan eror.
Aplikasi AI akan diperkenalkan untuk berbagai mata pembelajaran, kecuali musik, seni dan pendidikan jasmani serta etika pada 2028 mendatang.
Guru bisa mengawasi aktivitas pembelajaran murid melalui dashboard digital. Anak-anak juga akan dibekali dengan pembelajaran literasi digital agar bisa memanfaatkan AI secara bertanggung jawab.
“Banyak murid yang tidur di kelas karena mereka sudah tahu tentang pelajaran yang sedang diajarkan guru melalui kelas-kelas privat. Ada juga beberapa yang tak bisa mengikuti pelajaran di kelas,” kata pemerintah Korsel.
“Sebentar lagi, mereka bisa belajar lebih efektif sesuai kemampuan dan kapabilitas mereka mencerna materi pembelajaran dengan bantuan AI. Mereka juga bisa berpikir lebih kreatif dan out-of-the-box,” pemerintah Korsel menambahkan.
Banyak pihak yang menentang pendekatan pemerintah Korsel untuk menawarkan AI di sekolah. Tak cuma dari orang tua, tetapi juga pakar pendidikan.
Salah satunya Shin Kwang-young, profesor sosiologi di Chung-Ang University, Seoul. Shin mengatakan pemerintah terlalu terburu-buru mengadopsi AI untuk sistem pendidikan.
“Pemerintah tergesa-gesa tanpa mengidentifikasi secara lebih mendalam soal efek samping yang ditimbulkan AI akhir-akhir ini,” kata dia.
Lebih dari 50.000 orang tua telah menandatangani petisi untuk meminta pemerintah lebih mementingkan kesehatan siswa ketimbang mengikuti tren.
“Kami sebagai orang tua telah menghadapi banyak masalah karena anak-anak kami terlalu banyak terpapar perangkat digital,” begitu tertulis pada petisi.
Lee Sun-young (41), seorang ibu di Seoul, mengatakan lebih memilih anak-anaknya bertemu guru di sekolah dan berinteraksi secara normal untuk membantu pembelajaran, ketimbang harus menambahkan unsur perangkat AI.
“Saya khawatir penggunaan perangkat digital yang terlalu banyak akan berdampak buruk pada pengembangan otak anak-anak saya. Mereka jadi lebih susah berkonsentrasi dan menyelesaikan masalah. Saat ini mereka sudah menggunakan smartphone dan tablet terlalu sering,” ia menjelaskan.
Kendati mendapat perlawanan orang tua dan beberapa pakar pendidikan, para guru di Korsel mayoritas mendukung rencana pemerintah untuk pembelajaran menggunakan AI.
Sebanyak 54% guru yang disurvei Korean Federation of Teachers’ Associations mengaku mendukung perangkat AI di sekolah.
Gebrakan pemerintah Korsel bertentangan dengan tren di beberapa negara lain yang justru ingin membatasi akses ke perangkat digital seperti smarpthone dan tablet di sekolah.
Shin mengatakan penggunaan perangkat digital memiliki risiko bahaya. Anak-anak bisa tak terkontrol dalam mengakses konten-konten tertentu. Mereka juga bisa ketagihan dan susah lepas dari ketergantungan dengan perangkat digital.