Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% di tahun 2025 mendatang membuat industri manufaktur dengan rantai pasok besar seperti otomotif mengencangkan ikat pinggangnya. Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam pun mengungkapkan kenaikan biaya secara menyeluruh bisa jauh lebih besar dari hanya kenaikan 1% atau 11% menjadi 12%. Pasalnya kenaikan PPN tersebut bakal membuat rantai pasok mengalami kenaikan harga.
“Otomotif adalah industri yang cukup dalam supply chainnya sampai kepada tier 2 dan tier 3. Jadi kalau kenaikan PPN 1%, dampak multiplier efeknya bisa lebih dari 3-5% kenaikannya, jadi jelas biaya meningkat,” katanya kepada CNBC Indonesia, Senin (18/11/2024).
Akibatnya pabrikan otomotif pun harus berpikir ulang untuk mengubah harga yang bakal diberikan kepada konsumen. Namun, keputusan itu tidak mudah mengingat banyak pabrikan baru yang masuk RI menawarkan harga kompetitif.
“Apakah itu akan di refleksikan dalam harga? Tergantung Policy masing-masing Perusahaan,” kata Bob.
Berdasarkan data yang diterbitkan oleh PricewaterhouseCoopers (PwC), Indonesia masuk jajaran negara dengan pajak pertambahan nilai (PPN) atau value-added tax (VAT) tertinggi di wilayah ASEAN periode 2023-2024. Tarif PPN Indonesia mencapai 11% sejak 1 April 2022, yang dimana sebelumnya sebesar 10%. Dan kini pemerintah bersiap akan menaikkan tarif PPN menjadi 12% tahun depan.
Tarif tersebut akan menyamai tarif PPN Filipina yang kini sebesar 12%. Sementara itu Kamboja dan Vietnam masing-masing sebesar 10%. Kemudian Singapura dengan pajak barang dan pelayanan sebesar 9%.
Dan Malaysia kini masuk jajaran ke 6. Malaysia menaikkan tarif Pajak Layanan dari 6% menjadi 8% pada 1 Maret 2024. Namun, beberapa layanan tetap pada tarif lama 6%. Tarif Pajak Penjualan terpisah untuk sebagian besar barang tetap pada 10%.