Harga emas dunia terus mencapai level tertinggi sepanjang sejarah, bahkan harga emas dunia tercatat mencapai level tertinggi selama lima hari beruntun. Rekor beruntun tersebut dimulai pada perdagangan 19 September 2024 hingga 25 September 2024.
Berdasarkan data Refiniiiv harga emas dunia di pasar spot pada perdagangan Jumat (27/9/2024) di US$2.657,97 per troy ons, melemah 0,46% dibandingkan posisi sebelumnya. Sementara kinerja secara mingguan terapresiasi 1,37%.
Harga emas ditopang oleh memanasnya konflik di Timur Tegah serta stimulus ekonomi China. Konflik di Timur Tengah membuat permintaan aset aman naik sementara stimulus ekonomi China diharapkan bisa mendongkrak permintaan emas.
Bank sentral China (People’s Bank of China/PBoC) berencana memberikan stimulus moneter dan dukungan bagi pasar properti di China. Ini langkah baru pemerintah China untuk menghidupkan kembali ekonomi yang masih tertekan deflasi.
Gubernur PBoC, Pan Gongsheng bersama pejabat regulator keuangan lainnya mengatakan, bank sentral akan memangkas jumlah uang tunai yang harus dimiliki bank sebagai cadangan. Rasio persyaratan cadangan alias giro wajib minimum dipangkas 50 basis poin (bps).
PBoC juga akan memangkas suku bunga repo tujuh hari sebesar 0,2 poin persentase menjadi sebesar 1,5%. Suku bunga deposito dan suku bunga lainnya juga akan turun.
“Suku bunga hipotek juga akan dikurangi rata-rata sebesar 0,5 poin persentase,” kata Pan, dikutip Reuters, Selasa (24/9/2024).
Langkah ini yang dapat memberikan sedikit keringanan bagi rumahtangga tetapi menimbulkan kekhawatiran terkait profitabilitas bank. Pan tidak menyebutkan kapan langkah-langkah tersebut akan mulai berlaku.
Pengumuman paket tindakan stimulus untuk ekonomi Tiongkok oleh PBoC berkontribusi terhadap peningkatan harga komoditas, terutama logam.
Sentimen pasar sedikit berubah selama sesi perdagangan AS pada Rabu kemarin, di mana tampaknya pasar di AS mulai kembali melirik data ekonomi terbaru dan yang akan dirilis hingga akhir pekan ini, karena mereka khawatir bahwa kondisi keuangan yang lebih longgar dapat memicu kembali inflasi menjauhi target bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Pada pekan ini, data ekonomi terbaru AS menunjukkan bahwa aktivitas bisnis di sektor manufaktur menurun sementara sektor jasa tetap tangguh.
Namun, penurunan indeks keyakinan konsumen (IKK) melalui Conference Board (CB) menunjukkan bahwa kondisi di pasar tenaga kerja bisa saja lebih buruk dari yang diproyeksikan.
Pada pekan lalu, The Fed memangkas suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75%-5,00%, dan pasar tampak yakin tentang pemangkasan suku bunga berturut-turut dengan jumlah yang sama.
Menurut perangkat CME FedWatch, peluang pemangkasan suku bunga Fed sebesar 50 bps sudah mencapai 60%, sementara yang memprediksi pemangkasan 25 bps mencapai 40%.
Kini setelah The Fed mulai menurunkan suku bunga, ekonomi menjadi fokus yang lebih besar bagi para pasar.
Terkait data, pelaku pasar juga akan mencermati klaim pengangguran mingguan yang akan dirilis Kamis hari ini. Selain itu, pasar juga menanti rilis data final dari pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal II-2024.
Selain itu, pasar juga masih memantau perkembangan di Timur Tengah, setelah Israel mulai melakukan serangan balasan kepada kelompok Hizbullah. Serangan ini telah menewaskan hampir 500 orang, serta melukai lebih dari 1.600 orang lainnya. Israel mengatakan pasukan mereka menyerang 1.300 target Hizbullah di negara tersebut.
Serangan ini menandai bukan hanya jumlah korban tewas tertinggi tahun ini, tetapi juga merupakan hari paling mematikan dalam konflik dengan Israel sejak perang 34 hari antara kedua negara pada tahun 2006.