Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan alokasi untuk Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis biodiesel dengan campuran 40% (B40) sebesar 15,6 juta kiloliter (kl) untuk tahun 2025. Jumlah tersebut terdiri dari 7,55 juta kl untuk Public Service Obligation atau PSO dan 8,07 juta kl untuk non-PSO.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Eniya Listiani Dewi mengatakan bahwa alokasi tersebut mencakup 81% kapasitas produksi dari pabrik biodiesel di Indonesia.
“Saat ini untuk B40 kuantitas volume itu mencapai 15,6 juta kl. Nah 15,6 juta kl. Ini tadi sudah saya jelaskan dibagi PSO dan non-PSO. Dari sini industri FAME sendiri sudah mencapai 81% kapasitas pabriknya,” kata Eniya dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, dikutip Rabu (8/1/2024).
Menurut dia, angka tersebut mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan kapasitas produksi pada program B35. Adapun pada program B35, kapasitas produksi yang dihasilkan industri biodiesel hanya mencapai 70%.
“B35 itu sekitar 70% rata-rata kapasitas produksi yang bisa dilakukan oleh industri biodiesel. Nah di sini kita naikkan kira-kira 10%an menjadi 81% kapasitasnya,” kata dia.
Eniya berharap implementasi dari program B40 dapat berjalan lancar, dengan keterlibatan badan usaha dalam mendistribusikan biodiesel ke segmen PSO maupun non-PSO.
Terlebih, pihaknya juga telah melakukan simulasi ketat untuk memperhitungkan ongkos angkut, volume distribusi, dan kemampuan badan usaha dalam mengirimkan biodiesel ke titik-titik distribusi yang semakin bertambah.
“Jadi simulasi di situ lumayan ketat dan itu sudah kita selesaikan. Dan ini mudah-mudahan bisa di delivery dengan tepat waktu. Karena begitu mandatori ini berjalan kalau ada yang terlambat atau ada yang mengalami kegagalan supply, itu bisa dikenai sanksi,” katanya.