Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bakal meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap kegiatan usaha yang dilakukan oleh penambang rakyat. Khususnya setelah diterbitkannya izin usaha untuk Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengungkapkan tanpa diminta, pemerintah berkomitmen untuk terus melakukan pengawasan terhadap izin tambang untuk rakyat ini. Dengan demikian, kegiatan pertambangan diharapkan dapat memperhatikan kaidah-kaidah pertambangan yang baik dan bertanggung jawab.
“Ya itu pasti. Pasti kita juga tanpa diperintah pun kita akan melakukan itu (pengawasan ketat),” kata Dadan ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (20/12/2024).
Sebelumnya, Pelaku usaha berharap pemerintah dapat meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap kegiatan usaha yang dilakukan oleh penambang rakyat.
Direktur PT Bumi Suksesindo (PT BSI), Cahyono Seto mengungkapkan bahwa WPR sendiri dirancang oleh pemerintah untuk menertibkan tambang tanpa izin alias (PETI) yang marak terjadi di Indonesia. Mengingat kegiatan PETI sangat merugikan baik dari sisi potensi penerimaan negara maupun lingkungan.
“Nah itu untuk mengakomodir atau menertibkan tambang-tambang liar tersebut. Namanya tambang liar itu sangat tidak memperhatikan safety dan merusak lingkungan,” kata dia ditemui di Jakarta, dikutip Selasa (17/12/2024).
Meski demikian, Seto masih mempertanyakan kelanjutan dari penerapan WPR itu sendiri terutama setelah adanya pergantian kabinet. Ia lantas menekankan pentingnya pengawasan lebih lanjut terhadap WPR agar tidak bersinggungan dengan perusahaan tambang yang berizin.
“Kalau lanjut, berarti ini harus benar-benar dimonitor oleh Kementerian ESDM. Diwadahi dan diberikan aturan tersendiri terhadap WPR seperti apa. Karena yang namanya WPR nanti pasti akan bersinggungan dengan yang namanya izin tambang yang sudah resmi seperti kita. Lokasinya dekat-dekat kita,” kata dia.
Seto berharap peran dari regulator dalam memastikan aktivitas tambang rakyat melalui WPR dapat berjalan sesuai aturan yang berlaku. Sehingga tidak menimbulkan dampak lingkungan atau menimbulkan dampak bagi pelaku usaha tambang yang mempunyai izin resmi.
“Nah ini gimana nih peran regulasi ini di Kementerian ESDM untuk mengawasi dan benar-benar membina WPR ini. Jangan sampai mereka sudah diberikan WPR, izin resmi oleh pemerintah, tapi pelaksanaanya di lapangan tetap seperti dulu. Terus dia melanggar safety, dia melanggar lingkungan,” katanya.
Sementara itu, Chief of external affairs PT Merdeka Copper Gold, Boyke Abidin mengungkapkan bahwa aktivitas Peti telah menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan dalam menjalankan suatu proyek. Salah satunya seperti yang ada di proyek tambang emas Pani, di Pohuwato, Gorontalo.
Ia menyadari bahwa masyarakat di sekitar proyek Pani sudah melakukan aktivitas penambangan tanpa izin sejak lama. Oleh sebab itu, perusahaan menghargai keberadaan para penambang ilegal yang selama ini bergantung pada pekerjaan tersebut dengan memberikan program tali asih dan alih profesi.
Setidaknya dari sebanyak 3000 orang penambang ilegal, sebanyak 1.300 orang telah dibina oleh perusahaan melalui program tali asih dan alih profesi, sisanya dinilai sebagai penambang-penambang bodong.
“Pada saat yang bersamaan kita lakukan program tali asih, kita lakukan program alih profesi untuk menurunkan 3000’an orang. Kita kasih alternatif untuk bekerja di tempat lain, kita kasih alternatif untuk bisa memulai kegiatan baru. Yang penting mereka turun dari areal kita,” ujarnya.