Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia angkat suara perihal kabar mengenai evaluasi ulang ekspor listrik ‘bersih’ ke Singapura khususnya dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Bahlil menyebutkan pihaknya harus membicarakan hal tersebut dengan pihak Singapura terlebih dahulu sebelum mengevaluasi rencana ekspor listrik ke Negeri Singa Putih tersebut.
“Saya kan sudah katakan bahwa itu kan harus kita bicara G to G dulu. Kita kan bicara tentang kepentingan bangsa. Hari ini di dunia orang sudah bicara tentang green industry dan green energy,” jelasnya saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (22/11/2024).
Bahlil menegaskan salah satu pertimbangannya adalah lantaran Indonesia sendiri masih membutuhkan sumber energi bersih. Dengan begitu, pihaknya perlu melakukan pembicaraan dengan pihak Singapura terlebih dahulu.
“Untuk melahirkan produk yang bersih. Nah Indonesia kita harus memanfaatkan hal-hal yang tidak dimiliki oleh negara lain. Keunggulan komparatif termasuk dalamnya energi baru terbarukan. Kita lagi mau bicarakan dulu,” tegasnya.
Dia menekankan bahwa harus ada timbal balik untuk Indonesia jika melakukan kerja sama dengan negara lain.
“Jangan mau kita hanya menguntungkan satu negara tertentu. Kita harus sama-sama win-win. Negara lain butuh energi kita. Tapi kita juga butuh negara lain untuk ada sharing investasi apa yang bisa kita bicarakan,” tandasnya.
Sebelumnya, Utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo mengatakan, pemerintah tengah mengkaji ulang rencana ekspor listrik ke Singapura, karena ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, khususnya terkait isu nilai tambah dan potensi kehilangan investasi di dalam negeri.
Menurutnya, rencana ekspor listrik ke Singapura, apalagi sumber energinya berbasis energi terbarukan, akan cenderung menguntungkan Negeri Singa tersebut. Terlebih, lanjutnya, Singapura ingin mengembangkan data center.
Padahal, lanjutnya, Indonesia seharusnya bisa menjadi negara tempat investasi data center itu sendiri, sehingga tidak hanya mengekspor listrik.
“Ini dalam kajian pemerintah, saya tahu ini sedang dikaji (Kementerian) ESDM, ekspor listrik ke Singapura dan lain-lain. Ini ada masalah sedikit, pertimbangan pemerintah, ini AI (artificial intelligence), kita tahu di Singapura banyak data center yang diperlukan untuk mendukung Microsoft, Amazon, dan lain-lain. Mereka punya data center,” tuturnya kepada awak media saat ditemui di sela acara COP29 di Baku, Azerbaijan, Rabu (13/11/2024).
“Pemerintah Indonesia sedang mengkaji kalau data center hendaknya dibangun di Indonesia, Indonesia bangun data center, misalnya di Pulau Batam, Bintan, Karimun atau dari mana, nah ini nanti kita bagaimana bisa melayani Singapura, high value added kita yang layani Singapura. Saya kira kita harus kaji nanti ya,” ujarnya.
Namun demikian, lanjutnya, selain industri data center, dia mengakui ada industri-industri lain di Singapura yang memang memerlukan energi bersih sebagai pengurang emisi karbonnya, seperti industri kilang minyak.
Menurutnya, Indonesia akan berusaha untuk melayani kebutuhan energi bersih dari industri penghasil emisi tersebut.
“Di lain pihak, Pihak Singapura bilang, pemerintah dan industri Singapura juga perlu, industri-industri lain yang bukan AI, bukan data center itu perlu juga, karena kenapa? Di Singapura ada kilang-kilang yang dimiliki oleh Exxon, Shell, itu kan jadi emiten polusi, itu yang harus kita layani. Nah nanti kita lihat pro dan kontranya bagaimana,” tandasnya.