Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai lonjakan kinerja komponen ekspor barang dan jasa sebesar 10,67 persen di kuartal II 2025 terjadi akibat efek front loading dari kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS).
Fenomena front loading membuat para pelaku ekspor Indonesia memilih mempercepat pengiriman barang ke AS sebelum tarif baru mulai diberlakukan pada 7 Agustus 2025
“Jadi mumpung baru diumumkan, belum diberlakukan, karena diberlakukannya baru Agustus tanggal 7 ini. Jadi banyak pesanan ekspor sebelum kenaikan tarif itu dilakukan, bahkan sesudah terjadi pengumuman tersebut,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II 2025 di Jakarta, Selasa.
Sebelumnya Pemerintah AS di bawah Presiden Donald Trump menetapkan tarif impor sebesar 19 persen untuk produk dari Indonesia, lebih rendah dari rencana awal yang diumumkan pada April lalu sebesar 32 persen.
Meski demikian, Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah tetap akan mencermati secara saksama dampak lanjutan dari kebijakan tersebut terhadap kinerja ekspor nasional.
“Kita nanti harus melihat secara hati-hati dampak keputusan dari Presiden Trump menetapkan 19 persen, yang lebih rendah dari yang diumumkan awal. Kita harapkan momentum akan terjaga di kuartal III dan IV, ekspor jasa tumbuh tinggi 11,17 persen,” jelasnya.
Adapun Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa komponen ekspor barang dan jasa menjadi kontributor pertumbuhan tertinggi dari sisi pengeluaran, yakni sebesar 10,67 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal II 2025.
Sementara dari sisi produksi, lapangan usaha jasa lainnya mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 11,31 persen. Secara keseluruhan, ekonomi Indonesia tumbuh 5,12 persen (yoy), dan 4,04 persen secara kuartalan (qtq).
Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku (ADHB) pada kuartal II 2025 tercatat Rp5,95 kuadriliun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan (ADHK) tercatat sebesar Rp3,39 kuadriliun.