
Remaja Amerika Serikat (AS) sedang menghadapi krisis kesehatan mental yang kian meningkat, dengan dua dari lima siswa sekolah menengah atas (SMA) melaporkan perasaan sedih atau putus asa yang terus-menerus, ungkap rilisan data terbaru yang menyoroti dampak buruk penggunaan gawai yang adiktif terhadap kesehatan kaum muda.
The 74, sebuah organisasi berita nirlaba yang meliput bidang pendidikan di AS, memublikasikan sebuah komentar pada Selasa (15/7) yang menyoroti skala krisis tersebut. Mengutip temuan-temuan baru dari organisasi Coalition to Empower our Future, The 74 melaporkan bahwa hampir 60 persen orang tua menganggap kesehatan mental anak-anak mereka “sangat atau agak buruk.”
Artikel itu menyoroti fakta bahwa kualitas keterpaparan layar gawai, seperti penggunaan ponsel atau media sosial yang kompulsif, lebih merusak dibandingkan jumlah waktu yang dihabiskan secara daring.
Menurut pakar, perilaku tersebut berkontribusi pada stres mental yang mengakar kuat di kalangan muda-mudi AS.
Fenomena krisis yang meningkat ini mendapatkan dukungan ilmiah saat tim peneliti memublikasikan temuan-temuan terobosan di dalam Journal of the American Medical Association pada 18 Juni, yang mengikuti hampir 4.300 anak Amerika selama empat tahun.
Studi itu mengungkapkan bahwa remaja yang memiliki pola kecanduan dalam penggunaan media sosial, ponsel, atau gim video berisiko dua kali lipat lebih tinggi untuk melakukan bunuh diri dibandingkan teman sebaya mereka yang memiliki level kecanduan rendah.
Dr. Yunyu Xiao, asisten profesor ilmu kesehatan masyarakat di Weill Cornell Medicine yang juga penulis utama dalam studi ini, menekankan bahwa “penggunaan yang adiktif, bukan jumlah waktu yang dihabiskan, merupakan faktor krusial dan sebenarnya menjadi masalah yang mendasarinya.”
Penelitian ini menemukan bahwa sekitar 31 persen partisipan mengembangkan pola penggunaan media sosial yang semakin adiktif, sementara 25 persen partisipan menunjukkan peningkatan adiksi yang serupa dengan ponsel.
Temuan studi ini menantang anggapan umum terkait batas waktu penggunaan gawai. Total waktu layar (screen time) pada anak usia 10 tahun menunjukkan tidak ada keterkaitan dengan perilaku bunuh diri di masa depan si anak.
Sementara, anak yang menunjukkan pola penggunaan yang kompulsif, yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk berhenti, merasa tertekan saat tidak menggunakan gawai, atau memanfaatkan gawai untuk melarikan diri dari permasalahan, menunjukkan risiko perilaku bunuh diri yang jauh lebih tinggi.
Pola itu dimulai sejak dini, dengan sekitar separuh anak melaporkan penggunaan ponsel yang sangat adiktif sejak dimulainya studi ini dan terus meningkat hingga awal masa remaja.
Terkait media sosial, sekitar 40 persen anak menunjukkan pola penggunaan yang tinggi atau semakin adiktif. Penelitian ini mengungkap perbedaan mencolok dalam hal kesehatan mental.
Penggunaan gim video yang sangat adiktif menunjukkan perbedaan relatif terbesar dalam hal gejala internalisasi, sementara kecanduan media sosial yang kian meningkat berkorelasi dengan masalah perilaku eksternalisasi yang paling signifikan.
Anak-anak dengan penggunaan media sosial yang sangat adiktif menghadapi risiko dua hingga tiga kali lipat lebih tinggi untuk melakukan bunuh diri. Selain itu, krisis ini tidak hanya terjadi pada kasus-kasus individual saja. Menurut Youth Risk Behavior Survey 2023 yang dilakukan Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention) AS, satu dari lima siswa SMA di AS secara serius mempertimbangkan untuk melakukan upaya bunuh diri, demikian warta Xinhua.